rss

Sabtu, 01 Mei 2010

Sekali Lagi tentang Jajanan Anak Sekolah


Pangan jajanan umumnya dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses penanganan atau pengolahan lebih lanjut. Untuk beberapa pangan jajanan, tahapan akhir pengolahannya dilakukan di tempat penjualan. Pangan jajanan di sekolah umumnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:
• makanan utama; misalnya nasi goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya
• penganan atau kue-kue; seperti tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan sejenisnya
• minuman; seperti es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya, buah-buahan; seperti pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya

Secara garis besar, bahaya yang terdapat pada pangan digolongkan dalam tiga jenis, yaitu bahaya fisik, bahaya kimia, dan bahaya biologis, yang bila dikonsumsi manusia, dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.


Bahaya tersebut dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu dari pekerja, makanan, peralatan, proses pembersihan dan dari rambut, kuku, perhiasan, serangga mati, batu atau kerikil, potongan ranting atau kayu, pecahan gelas atau kaca, potongan plastik dan potongan kaleng yang dapat mencederai secara fisik. Benda asing lainnya dapat menjadi pembawa mikroba berbahaya ke dalam pangan dan menyebabkan keracunan pangan.
Bahaya fisik dapat terjadi apabila pangan dijual di tempat terbuka dan tidak disimpan dalam wadah tertutup, penjual mengenakan perhiasan tangan, dan penjual menangani makanan dan bahan pangan dengan ceroboh.
Bahaya kimia terjadi karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas yang diijinkan, dan penyalahgunaan pemakaian bahan kimia berbahaya untuk pangan, karena masuknya cemaran bahan kimia ke dalam maakanan dan karena racun yang sudah terkandung di dalam bahan makanan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mengawetkan pangan, membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut, memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera, meningkatkan kualitas pangan dan menghemat biaya. Biasanya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bahaya kimia baru akan muncul dalam waktu yang agak lama. Contoh penyalahgunaan bahan aditif non pangan adalah penggunaan pewarna tekstil untuk pangan. Bahaya kimia juga dapat berasal dari cemaran kimia yang masuk ke dalam pangan. Cemaran kimia tersebut misalnya cairan pembersih, pestisida, cat, minyak, komponen kimia dari peralatan atau kemasan yang lepas dan masuk ke dalam pangan. Logam berat masuk melalui air yang tercemar, kertas koran yang digunakan untuk mengemas pangan dan asap kendaraan bermotor. Beberapa bahan pangan secara alami mengandung toksin atau bahan beracun. Contohnya jamur beracun, singkong racun, ikan buntel, dan sebagainya. Sebagian besar toksin penyebab penyakit ini tidak berasa dan tidak dapat dihancurkan dengan proses pemasakan.
Bahaya mikrobiologi dapat disebabkan oleh mikroba dan binatang. Mikroba lebih sering menyebabkan keracunan pangan dibandingkan bahan kimia (termasuk racun alami) dan bahan asing (cemaran fisik). Sebagian mikroba tersebut tidak berbahaya dan bahkan beberapa di antaranya dapat digunakan untuk membuat produk pangan seperti yoghurt dan tempe. Tetapi, banyak juga mikroba yang dapat menyebabkan infeksi dan intoksikasi pada manusia dan hewan. Pangan menjadi beracun karena tercemar oleh mikroba tertentu dan mikroba tersebut menghasilkan racun yang dapat membahayakan konsumen. Jenis mikroba penyebab keracunan pangan adalah virus, parasit, kapang dan bakteri.

Masalah keamanan pangan jajanan

Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia, tetapi pangan juga dapat menjadi sumber pengganggu kesehatan, bila pangan yang dikonsumsi tidak aman. Masalah keamanan pangan jajanan yang sering ditemui di lingkungan sekolah, diantaranya disebabkan karena produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya (bahaya mikrobiologis dan kimia), pangan siap saji di lingkungan sekolah belum memenuhi syarat higienitas, dan donasi pangan yang bermasalah.
Terjadinya masalah di atas antara lain karena tata cara penanganan pangan yang mengabaikan kaidah-kaidah keamanan pangan. Kesalahan tersebut bisa dijumpai pada berbagai aspek mulai dari bahan baku, penanganan (proses produksi, penyimpanan dan penyajian) serta tata cara distribusinya. Selain itu, faktor ketidaktahuan konsumen, dalam hal ini anak-anak sekolah dan guru, akan tingkat keamanan pangan jajanan juga menyebabkan masalah keamanan pangan. Penjual pangan atau pengelola kantin perlu memahami konsep keamanan dan sanitasi pangan selama mengolah, menyajikan dan menyimpan pangan agar keamanan pangan yang dijual dapat terjaga. Selain itu, konsumen, dalam hal ini anak-anak sekolah dan guru, juga harus diberi pengetahuan yang memadai mengenai keamanan pangan agar mereka dapat memilih pangan yang aman untuk dikonsumsi.

Faktor-Faktor Penyebab Pangan Jajanan Menjadi Tidak Aman
Beberapa dari jenis pangan atau prosedur pengolahan pangan lebih berisiko dibandingkan dengan yang lain. Pangan yang kadar proteinnya tinggi, seperti produk olahan daging dan susu, serta pangan yang membutuhkan waktu lama dalam penyiapannya membutuhkan perhatian khusus dari pihak penjual.
Beberapa faktor teridentifikasi seringkali menjadi penyebab keracunan pangan. Keracunan pangan biasanya melibatkan satu atau lebih faktor-faktor berikut:
1. Pangan diolah dengan menggunakan bahan baku yang tidak aman, misalnya dari ikan dan hasil laut dari perairan tercemar atau sayur dan buah dari lingkungan yang tercemar.
2. Pendinginan pangan yang tidak sempurna dan penurunan suhu hingga suhu aman (<5oC) dilakukan terlalu lama
3. Adanya waktu tunggu dari persiapan bahan ke proses pemanasan atau pemasakan. Jarak waktu dari persiapan pangan dengan waktu konsumsinya yang terlalu lama ( lebih dari 4 jam sebelum disajikan) dan disimpan pada suhu ruang memungkinkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak
4. Pangan terkontaminasi dari pekerja, karena kondisi higiene dan sanitasi pekerja yang buruk. Sebagai contoh, S. aureus terdapat pada kulit dan pekerja yang sakit membawa mikroba patogen seperti Salmonella.
5. Terjadi kontaminasi silang dari pangan mentah, peralatan yang tidak saniter, atau pekerja ke pangan matang, misalnya penambahan bahan mentah yang terkontaminasi ke dalam pangan matang tanpa ada proses pemasakan lanjutan. Misalnya penambahan potongan seledri di atas mie bakso
6. Ketidakcukupan panas untuk membunuh bakteri pada waktu proses pemanasan ulang pangan matang. Jika pemanasan ulang hanya dilakukan pada suhu 60°C atau lebih rendah, hal ini akan merangsang pertumbuhan mikroba. Suhu 5 - 60°C merupakan suhu kritis untuk pertumbuhan mikroba. Suhu penyimpanan panas yang tidak tepat (< 60°C) akan memudahkan mikroba berkembangbiak
7. Penanganan pangan sisa yang tidak tepat, misalnya pangan yang sudah tidak dipakai harus dibuang atau ditempatkan jauh dari pangan yang siap dikonsumsi.

Sumber : bpom.go.id

0 komentar:


Posting Komentar

 
==AGENDA MEI 10== 01-10 Mei : Asrama Hadist Ibnu Majah Juz 2; 2 Mei (09.00 WIB): Pengajian Putri dan Gotong Royong DPD Kobar di Mushola BP; di setiap PAC Kelurahan/Desa; 9 Mei (09.00 WIB): Pengajian Umum DPD LDII Kobar di Masjid Babussalam; 16 Mei (09.00 WIB): Pengajian Putri dan Gotong Royong di setiap PAC Kelurahan/Desa; 23 Mei (09.00 WIB): Pengajian Muda-Mudi di Masjid Babussalam;